ERASTORI.COM, BOLSEL – Untuk kesekian kalinya, wilayah Desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) terendam banjir lumpur lagi, mirip kejadian pada tahun 2021 yang lalu.
Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini, warga Tobayagan menduga bahwa banjir yang disertai lumpur ini disebabkan oleh aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Hulu Tobayagan.
Dilansir dari postingan Independensia.com (16 Juni 2023), Arifin yang merupakan salah satu warga setempat, mengungkapkan kekesalannya soal musibah alam yang menurutnya di perparah oleh aktivitas pertambangan.
“Ini yang kita alami setiap tahunnya. Banjir lumpur tidak hanya merusak rumah warga, tetapi juga melanda lahan pertanian dan perkebunan kami,” katanya.
Warga semakin geram karena merasa pemerintah daerah, DPRD, dan aparat penegak hukum tidak mampu mengatasi masalah tambang ilegal di Hulu Tobayagan.
Arifin meminta tindakan serius pemerintah dalam menangani persoalan tambang ilegal.
“Tambang ilegal di Hulu telah menjadi masalah sejak 2019, tetapi belum ada lembaga pemerintah yang benar-benar serius dalam menangani masalah ini.”
Ia juga menegaskan, meskipun sebagian masyarakat Tobayagan terlibat dalam aktivitas PETI, mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan tersebut hanya mengalami kerugian.
Namun di sisi yang lain, Ketua Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Selatan (KPMIBMS) Cabang Kotamobagu, Sucipto Podomi yang juga merupakan putra asli Desa Tobayagan, mengecam semua bentuk pertambangan di wilayah Pinolosian Tengah.
Karena menurutnya, semua bentuk pertambangan, baik ilegal maupun legal akan berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Semua pertambangan jelas merusak alam, dengan berkurangnya area hutan primer basah di wilayah Bolsel,” tegasnya.
Lebih jauh Ia menegaskan, jangan ada yang mencoba cuci tangan dengan adanya musibah alam di wilayah lingkar tambang.
“Semua pihak harus bertanggung jawab, jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai tontonan saja,” ucapnya.
Meskipun jarak pertambangan JRBM 12 KM dari pemukiman, menurutnya lokasi PETI Rata Ulang dan Hulu Tobayagan yang sangat memberikan berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Sejak adanya PETI, sungai Tobayagan berwarna keruh meskipun tidak hujan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Bobby Sampe mengungkapkan, pihaknya telah turun tangan dalam penanganan banjir ini.
Ia menerangkan, hujan deras telah menyebabkan luapan air dan banjir di beberapa wilayah seperti di Posilagon, Tobayagan Induk dan Tobayagan Selatan, sejak hari Kamis, 15 Juni 2023.
“Tim BPBD sudah kami turunkan untuk memonitor lokasi. Di Tobayagan, banjir telah masuk ke dalam rumah warga, tetapi kondisinya masih relatif aman. Kami berharap tidak akan semakin parah,” ungkap Bobby.
Perlu di ketahui, saat ini PETI Tobayagan masih menjadi masalah serius yang belum terselesaikan.
Pro dan kontra di tengah masyarakat memicu keberanian para mafia tambang tetap beraktivitas di sana bahkan mengabaikan berbagai kecaman. ***