Kanalasulawesi.com, Bolsel – Kasus dugaan pemerasan oleh oknum Polres Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) sebesar Rp12,5 juta semakin memanas dengan terungkapnya bukti baru yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial NT alias Nangsi. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa NT terlibat dalam menyembunyikan bukti transfer uang, yang menjadi elemen kunci dalam pembuktian kasus ini.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari insiden penganiayaan yang melibatkan Herman Mooduto dan Kifly Santingi sekitar dua bulan lalu. Setelah melalui proses mediasi di tingkat desa, kedua pihak sepakat menyelesaikan masalah secara damai dan mencabut laporan mereka. Namun, laporan tersebut tak kunjung dihentikan.
Oknum anggota Polres Bolsel diduga meminta uang sebesar Rp12,5 juta kepada keluarga Herman sebagai syarat pencabutan laporan, dengan alasan bahwa berkas sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Menurut Karyanto Mooduto, kakak korban, negosiasi awal dimulai dengan permintaan Rp20 juta, namun disepakati turun menjadi Rp12,5 juta. “Padahal, korban hanya meminta kompensasi sebesar Rp2,5 juta yang sudah kami berikan,” ungkap Karyanto.
Peran NT dalam Pinjamkan Uang
Pada tanggal 6 Agustus 2024, tanpa sepengetahuan Karyanto, NT bersama Herman yang masih ditahan di Mapolres Bolsel datang untuk menyelesaikan masalah sesuai kesepakatan. Namun, Herman dan NT justru dimintai uang dengan alasan kasus sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Karena merasa iba, NT kemudian memberikan pinjaman sebesar Rp12,5 juta.
Namun, NT segera meminta uang tersebut dikembalikan dengan alasan membutuhkan dana untuk keperluan keluarga, yang memicu ketegangan dengan keluarga Karyanto. Situasi ini kemudian dibeberkan ke publik melalui media.
Munculnya Bukti Transfer
Kasus ini menarik perhatian luas setelah video klarifikasi dari Herman muncul di media sosial, di mana ia awalnya menyangkal pemberian uang kepada pihak Reskrim Bolsel. Namun, dalam video kedua, Herman mengaku bahwa ia diintimidasi untuk membuat klarifikasi tersebut.
Ketegangan mereda ketika bukti transfer sebesar Rp12,5 juta terungkap. NT terbukti telah mentransfer uang tersebut kepada Mohammad Nur Awir, salah satu anggota Polres Bolsel, pada tanggal 6 Agustus 2024. Transaksi tersebut tercatat dengan jelas dan lengkap dalam bukti transfer.
Respon Polres Bolsel
Saat dikonfirmasi mengenai bukti transfer tersebut, Kasat Reskrim Bolsel, Dedy Matahari, memberikan jawaban singkat. Ia meminta wartawan untuk menanyakan langsung kepada NT. “Itu dari siapa ke siapa? Nur penyidiknya, terima kasih info. Tanyakan ke ibu Nangsi, wartawan jangan ke kita to,” ujar Dedy.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Bolsel belum memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini.
Pendapat Ahli Hukum
Kasus ini turut mendapat perhatian dari kalangan hukum. Advokat pidana, Arianti Panu, SH, menjelaskan bahwa penghilangan barang bukti merupakan pelanggaran serius yang dapat diancam dengan pidana hingga lima tahun penjara, sesuai ketentuan KUHP.
Penyidik Polda Sulawesi Utara
Kasus ini kini ditangani lebih lanjut oleh jajaran Polda Sulawesi Utara dengan melibatkan Paminal, Irwasda, dan Propam. NT, Herman, dan Karyanto telah dimintai keterangan, namun terdapat kecurigaan bahwa NT tidak memberikan kesaksian yang sebenarnya. Meskipun dalam pemeriksaan sebelumnya NT menyangkal pernah melakukan transfer uang, bukti transaksi yang ditemukan memberikan arah baru pada penyidikan.
Upaya Konfirmasi Ke NT
NT yang dihubungi melalui pesan dan telepon WhatsApp mengakui adanya transfer uang sebesar Rp12,5 juta kepada Mohammad Nur Awir. Namun, NT mengklaim bahwa uang tersebut terkait dengan urusan bisnis. Pernyataan ini berbeda dari kesaksian yang sebelumnya ia berikan kepada penyidik Polda.
Ketidakkonsistenan keterangan NT semakin menimbulkan spekulasi dan kekhawatiran di kalangan masyarakat, mengingat pentingnya peran NT dalam kasus dugaan pemerasan ini. Kasus ini diperkirakan akan terus bergulir dan mengungkapkan fakta-fakta baru terkait keterlibatan oknum-oknum yang ada.